NEWS
Loading...

Rabu, 17 Februari 2016




BeritaAFB - Nama Daeng Azis belakangan sering-sering di sebut di berbagai media dan acara . Sikapnya yang langsung mendatangi kantor Komnas HAM dan DPRD DKI Jakarta terkait rencana penggusuran lokasisasi Kalijodo itu pun menjadi pusat perhatian beberapa kalangan di indonesia . Kedatangannya terkait pengaduan atas rencana Pemprov DKI Jakarta yang akan menggusur lokasi prostitusi dan perjudian Kalijodo. Tidak hanya Azis saja yang menyambangi komnas HAM, ada juga beberapa warga lain dan tokoh utama Kalijodo yang turut mengadu ke Komnas HAM.

Daeng Azis disebut-sebut sebagai pemimpin salah satu kelompok terbesar di kawasan Kalijodo, Penjaringan, Jakarta Utara. Dia memiliki seratusan anak buah. Tugas mereka adalah mengamankan Kalijodo dan memastikan roda bisnis di tempat itu terus berputar dan tidak terjadi hambatan.

Pada tahun 2001 silam ketika terjadi bentrok antaretnis di kawasan Kalijodo, Azis disebut-sebut sebagai orang yang menodongkan pistol ke arah Komisaris Besar Krishna Murti, Direktur Reserse Kriminal Umum (Reskrimum) Polda Metro Jaya. Pada saat itu , Krisna bertugas sebagai Kapolsek Penjaringan dan menyandang pangkat Ajun Komisaris Besar.




"Jangan ada yang mendekat!" tulis Krishna menirukan gertakan Daeng Azis, dalam bukunya berjudul Geger Kalijodo. Buku karya Krishna tersebut menceritakan suasana saat itu dan pola penyelesaian konflik antaretnis yang terjadi di kawasan perjudian dan prostitusi kala itu. Krishna menyebut Daeng Azis dalam karya ilmiahnya itu dengan nama "si Bedul" .


Dalam buku itu diceritakan saat Krishna berada tidak jauh dari lokasi tergeletaknya jasad yang merupakan adik Daeng Azis, Udin. Tiba-tiba saja Krishna mendengar 2 kali letusan.

Dirinya mengira letusan tersebut berasal dari pistol yang di pegang oleh anak buahnya. Setelah dilihat ternyata Daeng Azis-lah yang menarik pelatuk pistol tersebut. Krishna pun kemudian meminta dia untuk menyerahkan pistol tersebut namun Azis malah membalas gertakan khrisna dengan menodongkan pistol ke arah khrisna.

Saat laras pistol Daeng Azis mengarah ke Krishna, suasana seketika tegang. "Jika pelatuk itu ditarik tamat juga riwayat saya. Kalau pun melawan dengan mencabut pistol, pasti ia lebih cepat menarik pelatuk" cerita Krishna.

"Saya ini Kapolsek. Jika kamu tembak saya, saya mati tidak masalah karena saya sedang bertugas demi bangsa dan negara. Namun, kalau saya mati Anda semua akan habis" ujar Krishna menatap tajam Daeng Azis.

Dikonfirmasi di tempat terpisah, Komisaris Krishna Murti membenarkan bahwa si Bedul yang di maksudkan itu adalah Daeng Azis. "Iya, si Bedul itu memang Daeng Azis, pernah saya tahan karena kasus kepemilikan senjata api," cerita Krishna .

Daeng Azis saat itu dikenal sebagai orang yang memiliki lapak judi dan kafe. "Dia sudah buka lama, puluhan tahun," ujar perwira menengah yang pernah bertugas di Markas Besar PBB ini.

Saat itu pula, dia dan jajarannya bergerak cepat meringkus 290 preman dan penjudi yang biasa mangkal di Kalijodo.


"Sudah habis preman-preman itu zaman saya, sudah rata," kata Krishna.

Salah satu sesepuh Kalijodo yang juga pensiunan tentara, membenarkan sosok Bedul Adalah Daeng Aziz dalam buku yang ditulis Krishna.

Menurut Kunarso, di kalangan masyarakat Kalijodo, khususnya di 'kawasan bisni gelap'-nya, Azis dikenal sebagai tokoh. Dia juga dikenal sebagai pengusaha yang memiliki banyak orang bergantung pada dia.

"Dia itu sebenarnya pengusaha bir," kata Kunarso.

Warga Kalijodo merasa terganggu dengan kedatangan personel Pemerintah Provinsi DKI bersama ratusan aparat gabungan dari Satpol PP, Polisi, dan TNI. Sebab, aparat tersebut datang dengan bersenjata lengkap, Minggu 14 Februari pagi kemarin.



Buntut peristiwa itu, puluhan warga Kalijodo melapor ke Komnas HAM. Mereka melapor karena merasa terintimidasi dengan kedatangan aparat keamanan bersenjata lengkap. Mereka menilai langkah itu merupakan sebuah intimidasi kepada warga Kalijodo yang gencar direncanakan akan direlokasi. Laporan warga Kalijodo ini diterima langsung Ketua Komnas HAM‎, Haffid Abbas.

"Mereka datang saat Kalijodo sedang sepi. Mereka datang tanpa pemberitahuan kepada kami, RT, dan RW," ujar Leonard Eko Wahyu, warga Kalijodo di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Senin 15 Februari 2016.

0 komentar:

Posting Komentar